Kalau bicara zaman sekarang dan zaman dimana gadget dan
smartphone sudah menguasai dunia, Sudah pasti banyak yang berbeda. Dari sifat,
gaya hidup, pergaulan, bahkan pendidikan. Di antara perubahan itu ada yang
mengarah ke arah yang lebih baik ataupun sebaliknya. Salah perubahan negatif
nya, sifat simpati dan empati sekarang semakin kecil.
Waktu itu gue pulang sekolah lebih cepat biasanya, karena
ada acara disekolah. Dengan angin deras berhembus melewati kulit, gue tau bakal
segera hujan. Khawatiran gue muncul, karena di tas ada laptop. Karena takut
Laptop rusak gara-gara desktop keisi air, Gue pun bergegas ngepacu kendaraan,
biar sampai rumah sebelum hujan. Tapi, baru seperempat jalan, gerimis sudah
membahasi jalanan.
Yang begonya, gue malah makin kenceng nge-gas motor (tau aja
jalanan licin tapi malah tambah cepet). Samping kiri-kanan banyak orang yang
berteduh, beda sama gue yang makin kenceng aja bawa motor karena liat jalanan
tambah sepi. Sejenis aneh gitu ya
Ketika sampai di perempatan jalan, gue liat lampu masih
hijau. Agak punya firasat juga sih kalau lampu merah mendadak nanti bisa
langgar lalu lintas, apalagi di perempatan itu terdapat pos polisi yang
terkenal angker. Tapi bodo amat lah, dari pada hujan makin. Gue pun makin cepat
. . . . dan . . . . . DANG!!! LAMPU LANGSUNG MERAH. Gue langsung ngerem kanan
dan kiri. Gue kuat banget megang rem. Dan. . . . . BRUKKK!! Gue jatuh dari
kendaraan.
Gue jatuh keseret gitu, gara-gara rem mendadak tadi. Jaket
yang di badan gue langsung robek. Padahal jaket itu tebelnya udah kayak baju
astronot. Kebayang gak? Gimana gue jatuhnya. Yang mirisnya lagi. gue jatuh di
perempatan , yang bisa di bilang itu perempatan di pusat kota.
Ketika gue jatuh, gue inget banget waktu itu sedang ramenya
orang di jalan atau di pinggir jalan. Tapi malah gak satupun yang nge-bantu
gue. Malahan orang malah ada yang diam aja waktu gue jatuh. Astaga, Nasib
Jomblo kok gini amat ya. Ngenest
Sejak itu, gue sadar kalau empati zaman sekarang sudah
hilang. Kayak orang lebih mentingin kepentingan pribadinya masing-masing. Tanpa
memperdulikan di sekitarnya. Contohnya aja, sekarang jarang menawarkan bantuan
ketika liat orang sedang mengirit kendaraan di pinggiran jalan. Bisa aja orang
tersebut kehabisan bensin ketika dijalan.
Tapi asumsi tentang zaman sekarang yang empati gue
terbantahkan. Waktu itu gue sedang jalan-jalan di kampung nenek makai kendaraan
yang bisa di bilang sudah tua. Dengan alat pengukur bensin yang sudah tidak
berfungsi lagi.
Sebelum gue bawa kendaraan itu, gue tanya dulu bensinnya
masih banyak atau belum. Kata nya masih banyak. Gue gak tau deh masih banyak
itu seberapa. Bisa aja tinggal 2 sendok teh bensin.
Selama perjalanan, si kendaraan ini masih tidak menunjukkan
gejala apa-apa. Baru aja gue bilang gitu, kendaraan udah mulai mogok-mogok gak
jelas. Gue langsung firasat buruk kalau bensinnya bakalan habis. Gue langsung
tancap gas aja. Tapi, baru sampai persimpangan motor udah gak bisa di gas lagi.
motornya gak bisa di starter lagi. Mati total
Yang dipikiran gue waktu itu cuman...GIMANA GUE PULANGG . .
. DOMPET DIKANTONG KETINGGALAN LAGI... HANDPHONE GAK ADA. rasanya gue mau
teriak ke langit dan duniaaa gak adilll..
Sempat begongnya mau ngapain. Mau derek motor sampai rumah,
inget jarakanya masih berkilo-kilo meter. Mau nangis di pinggir jalan, nanti
dikira hantu lagi karena jalan emang sepi. Akhirnya gue putusin buat derek ini
motor aja sampai rumah.
Seperempat jalan gue derek motor. Akhirnya malaikat pun
datang, lebih tepatnya datang seorang pria yang agak tua. Nanyain gue
“dek... kenapa? Bensin nya habis?” (dengan muka ramah)
“ehh iya nih pak” (gue langsung anggukin kepala)
“Oh, nih ambil sedikit bensin bapak” (bapak menawarkan
seperti malaikat)